Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Sudah lumrah, orang tua yang mendapati anaknya hamil tanpa perkawinan langsung menikahkannya. Baik pilihan anaknya atau pilihan orang tua. Hal ini dikuatkan dengan adanya UU No 1/1974 tentang Perkawinan yang tidak mempermasalahkan asal-usul kehamilan tersebut. Akibatnya, dikhawatirkan akan mendorong Indonesia kembali ke zaman jahiliah.
"UU Perkawinan berpotensi mengembalikan kita ke zaman ala jahiliyah. Dengan rumusan pasal yang ada, negara melegalisasi proses hubungan badan sebelum nikah Masyarakat akan ringan dan tanpa merasa berdosa menyatakan bahwa Married by accident (MBA) lumrah dan wajar di masyarakat modern. Sebab definisi anak adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah," kata Nurul Irfan.
Pernyataan Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini disampaikan sebagai pandangan ahli kepada 9 hakim konstitusi untuk kasus Machica Mochtar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu, (4/5/2011).
Karena UU tidak mempermasalahkan asal-usul kehamilan, maka meski usia kehamilan telah 9 bulan, orang tua masih bisa menikahkan anaknya. "Anak yang hamil 9 bulan, orang tua menikahkan anaknya dengan mencari bapaknya," tambah Irfan.
Untuk menghilangkan legalisasi perzinahan, dosen Fakultas Syariah ini mengusulkan kata 'dalam' pada pasal 42 UU No1/1974 dan KHI pasal 99 dihapus. Pasal tersebut menyebutkan bahwa anak sah adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
"Kalau kata 'dalam' masih tetap dipertahankan, pasti akan terus terjadi kasus hamil di luar nikah," ujar Irfan.
Padahal dalam Islam sendiri tentang perempuan yang hamil apakah boleh menikah atau tidak, terpecah menjadi dua. Pendapat yang pertama dicetuskan oleh Imam Hanifah yang melarang orang hamil menikah hingga melahirkan. Sedangkan pendapat yang kedua yaitu dicetuskan oleh Imam Syafii yang menyatakan kehamilan di luar nikah tidak berimplikasi terhadap sah atau tidaknya perkawinan.
"Kompilasi hukum Islam (KHI) Indonesia mengambil pandangan Imam Syafii. Apabila hamil akibat perzinahan, maka tidak terikat masa iddah (masa menunggu). Langsung nikahkan saja," terangnya.
Irfan menjadi ahli di MK untuk kasus perceraian antara Macicha dan mantan suaminya, Moerdiono yang juga mantan Mensesneg. Macicha dinikahi Moerdiono secara siri pada tahun 1993 yang dikarunia seorang anak bernama Muhammad Iqbal Ramadhan (14). Kala itu, Moerdiono masih terikat dengan istrinya. Lantaran UU Perkawinan menganut asas monogami mengakibatkan perkawinan Macicha dan Moerdiono tak bisa dicatatkan KUA.
Akibat perkawinan siri ini, perkawinan mereka dinyatakan tidak sah menurut hukum (negara) dan anaknya dianggap anak luar nikah yang hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Setelah bercerai, Moerdiono tak mengakui Iqbal sebagai anaknya dan tidak pula membiayai hidup Iqbal sejak ia berusia dua tahun. Efeknya, Iqbal kesulitan dalam pembuatan akta kelahiran lantaran tak ada akta/buku nikah.
(asp/rdf)
Sumber : http://www.detiknews.com/read/2011/05/04/114605/1632099/10/uu-perkawinan-dinilai-berpotensi-picu-perzinahan?n991102605
Selasa, 03 Mei 2011
UU Perkawinan Dinilai Berpotensi Picu Perzinahan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar